Orang “nekad”
Kegaduhan. Disetiap sudut kota maupun desa makin hari makin menemukan tempatnya ketika media juga senantiasa menampilkan nya pada layar kaca. Aduhai.. selalu berkembang prodak prodak baru dalam kekacauan. Belum lama ditemui dilayar kaca soal pembunuhan anak pada ibunya sendiri yang disebabkan karena tak mendapat uang jajan. Yang teranyar aksi sweeping dari organisasi massa FPI yang menabrak pengguna jalan hingga tewas.
Nekad. Ya, mereka nekad. Jika penelusuran tentang masa lalu bisa kita lakukan, mungkin akan terdengar pula istilah nekad yang justru di sistematis kan oleh negara. Seperti biasa Sukarno memperkenakan satu istilah selogan yang selalu berisi satu kepanjangan. NEKAD berarti ; (1) Negara kita persatukan, (2) Ekonomi kita sosialiskan, (3) Keamanan kita selesaikan, (4) Agama kita muliakan, (5) Demokrasi terpimpin kita laksanakan. Jargon-jargon terlihat mengisi semua papan iklan wacana dalam masyarakat Indonesia. Politik mengajak kita untuk ikut bertanggung jawab menyelesaikan jalannya revolusi. Berbeda dengan situasi papan iklan hari ini, seolah mata lelah melihat iklan yang denga ukuran besar merayu kita untuk mencoba hal-hal yang mungkin secara prinsipil tidak kita butuhkan. Ah! …
Kita diajak nekad bukan dalam pengertian hari ini, saat semua orang seolah kehilangan akal budinya saat bertindak. Nekad yang direncanakan oleh Sukarno adalah satu bentuk propaganda bahwa “kita” (bersama) harus mampu menyelesaikan persoalan persatuan negara. Bahwa kebenaran bukan milik salah satu kelompok agama. Justru ditempat yang tumbuh subur keberagaman ini Agama mesti dimuliakan.
Disepanjang jalan, banyak orang bicara soal memaafkan. Dilain gang mungkin kita melihat orang saling berpukulan. Bah … kondisi macam apa ini. Demokrasi tak pernah melahirkan manusia sadar diri dan politik. Kebebasan selalu di kambing hitamkan. Gaduh.
Haji Ten
110813
110813
Tidak ada komentar: