Rijsttafel : Tradisi Makan Kolonial
Cover Buku |
JUDUL :
RIJSTTAFEL BUDAYA KULINER DI INDONESIA MASA KOLONIAL 1870-1942
PENULIS :
FADLY RAHMAN
PENERBIT : PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
TAHUN TERBIT :
NOVEMBER 2016
TEBAL :
XI-150 (DIMENSI BUKU BESAR)
Buku yang akan dibahas
ini adalah hasil penelitian skripsi mahasiswa Sejarah Universitas Pajajaran mengenai
tradisi kuliner masa kolonial Belanda di Indonesia. Rijsttafel sebuah tradisi
makan yang unik hasil campuran dari dua kebudayaan yang berbeda, percampuran
antara Timur dan Barat. Fenomena percampuran kebudayaan ini menghasilkan sebuah
masyarakat baru bernama Indies. Tidak
hanya soal makanan, kebudayaan Indies hampir masuk kedalam relung kehidupan
masyarakat pada umumnya seperti gaya hidup, cara makan, berpakaian hingga
perabotan rumah tangga (hal 19).
Rijsttafel sebenarnya
adalah bagian dari sebuah konsep hidup masyarakat campuran yang kemudian
disebut Indies. Kemunculan masyarakat
Indies tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada proses panjang yang akhirnya terbentuk.
Pegawai-pegawai rendahan Belanda yang bekerja di tanah jajahan adalah kunci
membahas masyarakat Indies. Merekalah yang secara evolutif membentuk masyarakat
Indies dengan melakukan perkawinan dengan masyarakat pribumi. Kebiasaan-kebiasaan
pribumi mulai diadaptasi oleh orang-orang Eropa dan sebaliknya. Selama kurang
lebih dua ratus tahun timbulah gejala perpaduan budaya yang puncaknya mulai
menggejala pada akhir abad ke 18.
Kedatangan Gubernur
Jendral Raffles sebagai perwakilan Inggris sangat menunjukan rasa tidak suka
melihat orang-orang Eropa bercampur baur dengan pribumi. Dengan semangat
superior Raffles memandang rendah bangsa pribumi dan meyakini bahwa orang-orang
Eropa adalah bangsa maju yang tidak sejajar dengan orang-orang pribumi.
Kemajuan industri (revolusi industri) yang terjadi di Inggris adalah salah satu
faktor psikologis kenapa orang Eropa harus lebaih di atas dari orang pribumi.
Dengan cepat Jendral Raffles membuat sebuah surat kabar bernama Java
Gouvernement Gazette (1812-1816) untuk menunjukan super-powernya Inggris
(Eropa) kepada publik kolonial termaksud orang-orang Belanda.
Inggris datang dan
berkuasa di Hindia Belanda tidak lama.
Dengan begitu kehidupan Indies dapat terus berevolutif. Kebudayaan Barat dengan
logikanya yang ekspansif sangat mempengaruhi kebudayaan pribumi. Hal hal
seperti ini baru bisa dan benar benar berkembang sejak parlemen Belanda di
Eropa menerapkan sistem yang cenderung Liberal terhadap pemerintahan kolonial
di Hindia Belanda. Inilah titik tolak berkembang pesatnya budaya Indies yang
mempengaruhi kehidupan sosial dan budaya masyarakat kolonial (hal 24).
Fokus pembahasan buku
ini ada pada Rijsttafel. Sebuah gaya makan hasil dari prodak kebudayaan Indies.
Risjt secara harfiah berarti nasi,
sedangkan Tafel adalah meja. Dari
kedua kosa kata itu dapat diartikan sebagai “hidangan makan”. Orang-orang
Belanda mengunakan penyebutan ini untuk menyebut hidangan khas Indonesia yang
ditata komplit di atas meja makan. Di atas meja makan itu kita akan mendapatkan
sebuah varian-varian dari jenis makanan yang beragam dan banyak.
Pengunaan istilah
Rijstaffel sebenarnya massif pada dekade akhir abad ke Sembilan belas. Berbagai
data yang dikutip dari penulis (red-Fadly)
mulanya hanya muncul di lingkungan rumah tangga orang-orang Belanda. Hingga
dibukanya Terusan Zues yang mendatangkan lebih banyak lagi orang-orang Eropa ke
Hindia Belanda hingga menyebabkan popularitas istilah Rijsttafel makin meluas.
Konsep-konsep kebudayaan Eropa lainya juga pada akhirnya menghiasi kemewahan konsep
makanan Rijstaffel ini. Menurut penulis roman Belanda Hans van de Wall yang dikutip
oleh penulis buku ini istilah itu juga masih asing bagi mereka yang
mendengarnya (hal 38), de Wall mencoba mengartikan dan memaknai hidangan
makanan itu dengan “sajian makanan yang di sajikan secara spasial”.
Pokok utama hidangan
Rijsttafel ini adalah nasi yang justru bukan bahan pokok bagi bangsa Eropa
termaksud Belanda. Kebiasaan makan nasi dari generasi ke generasi pada akhirnya
memaksa kehidupan budaya makan orang Belanda ditanah jajahanya sedikit berubah
atau mendapat tempat tersendiri (khusus). Bertahun-tahun tinggal ditanah
jajahan akhirnya membuat perubahan besar bagi kehidupan orang-orang Belanda.
Kebutuhan orang-orang Belanda terhadap juru masak pribumi ini lah yang pada
akhirnya mempengaruhi pola makan serta hidangan yang mereka konsumsi
sehari-hari.
Rijstaffel sebagai
sebuah konsep makan telah menajdi barang istimewa bagi orang-orang Eropa atau
para pelancong lainya. Pariwisata di Hindia Belanda meningkat dengan
sendirinya. Mooi Indie sebuah konsep
pengembaraan alam dan masyarakat Hindia Belanda yang damai, tenang dan harmonis
menjadi paket wisata yang ditawarkan oleh agen-agen wisata di Eropa untuk
mengunjungi Hindia Belanda.
Infrastruktur untuk
menunjang pariwisata dibangun, khususnya perhotelan. Di Bandung, Batavia,
Buitenzorg, Garut, Jogjakarta, Tosari dan Lawang Jawa Timur sudah dibangun
hotel-hotel mewah yang dipersiapkan untuk para wisatawan Mooi Indie. Rijsttafel sebagai sebuah hidangan makan tidak dimiliki
oleh setiap hotel. Hanya hotel-hotel mewah kelas satu saja yang siap
menyediakan makanan Eropa, pribumi dan hidangan Rijsttafel. Bisnis perhotelan
ini menjadi penting dalam mempromosikan makanan tradisional yang dikemas
mengunakan konsep Rijsttafel (hal 59) kepada para turis.
Rijstaffel yang
berisikan nasi, sayur dan lauk pauk pada dasarnya tetap menjadi hidangan
pembuka, hidangan pembangkit selera makan. Hidangan Rijsttafel ini biasanya di
sajikan pada siang hari dengan dilanjutkan makanan pokok orang-orang Eropa
berupa biefstuk dan hutspot dan ditutup dengan penyajian
buah buahan seperti nanas, pisang dll. Ada satu lagi tradisi makanan kolonial
yang tidak bisa dilepaskan begitu saja yakni Bir dingin yang mereka anggap
sebagai pelarut makanan nasi.
Dengan berakhirnya
kekuasaan Belanda di Indonesia, maka dengan sendirinya kemewahan makanan
Rijsttafel juga ikut memudar. Jepang sebagai pengganti kekuasaan Belanda di
Indonesia sangat tidak menaruh empati terhadap apa-apa yang berbau dengan
Belanda termaksud Rijsttafel ini.
Tidak ada komentar: